Budilaksonoputra…..KKP
konsisten untuk memprioritaskan produksi domestik agar dapat mencapai ketahanan
pangan dan untuk melindungi para pelaku usaha perikanan seperti nelayan,
pembudidaya ikan dan pengolah hasil perikanan. Penguatan pasar domestik menjadi
paling utama karena 70 persen produksi perikanan ditujukan untuk dalam negeri.
Menurut
Sekretaris Jendral KKP Syarief Widjaja, mengatakan Kebijakan stabilisasi dan
penguatan pasar dalam negeri ini ditempuh untuk mencegah beredarnya hasil
perikanan impor yang mengancam daya saing produk perikanan lokal. Upaya
ini pun berbuah hasil, mengingat impor perikanan menurun dari 21 persen di
tahun 2011 menjadi 6,3 persen di periode Januari-Maret 2014. Dengan kata lain
dapat disimpulkan bahwa, nilai impor perikanan masih jauh di bawah kebijakan
nilai impor yakni sebesar 20 persen dari nilai ekspor. Hasilnya, Indonesia
masih menikmati surplus ekspor impor perdagangan perikanan, Jumat (26/9).
Upaya
dalam melindungi dan mendukung pasar domestik perikanan dari persaingan produk
impor, KKP mewajibkan produk perikanan yang akan diimpor memiliki Surat Izin
Pemasukan Hasil Perikanan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal
Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (Ditjen P2HP). Selain
itu, wajib pula memenuhi standar keamanan dan mutu hasil perikanan yang
ditandai dengan dikeluarkannya Sertifikat Pelepasan dari Kepala BKIPM, serta
diawasi penggunaan dan pemanfaatannya oleh Pengawas Perikanan Direktorat
Jenderal PSDKP. Tak hanya itu, importir harus melampirkan surat Angka
Pengenal Importir Produsen (APIP) dan Angka Pengenal Importir
Umum(APIU) spesifik dari Kementerian Perdagangan.
Pembatasan
importisasi mencakup keperluan reekspor, bahan baku industri pengolahan hasil
perikanan kaleng dan tepung segar, bahan baku industri pengolahan pemindangan
serta untuk bahan baku pengayaan makanan tertentu. Disamping untuk keperluan
bahan baku industri, importasi ikan hanya diperkenankan untuk keperluan pakan
atau umpan, bahan baku untuk fortifikasi serta konsumsi hotel, restoran dan
pasar modem. Seiring dengan itu, KKP pun telah mengatur perizinan ikan impor
legal yang tidak terdapat di wilayah Indonesia misalnya, salmon, hamachi,
kampachi trout dan sabah. Dengan kata lain lewat pengendalian ini maka ikan
yang masuk kedalam pasar negeri hanya jenis ikan tertentu yang tidak dihasilkan
Indonesia seperti ikan subtropis. “Sehingga ikan yang masuk kedalam pasar
negeri ini tidak mengganggu pasar domestik ikan nasional lantaran hanya
dikonsumsi untuk segmentesi konsumen tertentu . Kegiatan importasi pun telah
dibatasi hanya untuk beberapa jenis komoditas tertentu yang diatur dan diawasi
secara ketat,” tegas Sjarief.
Hasilnya,
neraca perdagangan hasil perikanan Indonesia telah mengalami surplus besar
dalam tiga tahun terakhir. Jika melirik pada neraca perdagangan hasil perikanan
Indonesia periode Januari-Maret 2014, Indonesia mengalami surplus sebesar
988 juta dollar AS atau dapat dikatakan naik sebesar 39 persen dari
periode yang sama di tahun 2013. Lalu bila menoleh pada tahun 2011, surplus
neraca perdagangan perikanan Indonesia mencapai 3,03 miliar dollar AS. Kemudian
pada 2012, surplus neraca perdagangan meroket naik menjadi sebesar 3,44 miliar
dollar AS. Selanjutnya, pada 2013 nilainya mencapai 3,71 miliar dollar
AS.
Di
samping itu, sepanjang tahun 2010-2013 laju pertumbuhan ekspor perikanan terus
menunjukkan tren positif. Hal ini ditunjukkan dimana pada tahun 2010 nilai
ekspor perikanan sebesar 2,86 miliar dollar AS, lalu di tahun 2011 mengalami
lonjakan nilai ekspor menjadi 3,52 miliar dollar AS. Sementara di tahun 2012,
nilai ekspor perikanan mencatatkan pertumbuhan dengan nilai sebesar 3,85 miliar
dollar AS dan di tahun 2013 nilai ekspor perikanan melaju dengan membukukan
nilai sebesar 4,18 miliar dollar AS.
Adapun
ekspor komoditas produk perikanan didominasi oleh udang, kelompok tuna,
cakalang dan tonggol, diikuti dengan kepiting dan rajungan dengan negara tujuan
utama ekspor produk perikanan adalah AS, Jepang, Uni Eropa dan China.
Sejauh ini, negara-negara ASEAN yang paling banyak menyerap produk
perikanan Indonesia yaitu Thailand sebanyak 37,8 persen, Vietnam sebesar 24,9
persen, dan Singapura sebesar 17,1 persen. Di samping itu, Data BPS menyebutkan
bahwa di periode Januari-Maret 2014 terjadi peningkatan nilai ekspor perikanan
ke negara Cina dan Vietnam. Lebih rinci, nilai ekspor ke Cina mencapai 103,67
juta dollar AS dan ekspor ke Vietnam mencapai 27,36 juta dollar AS . Produk
ekspor yang meningkat ke Cina adalah ikan bawal, kerapu, rumput laut, belut ,
dan layur. Sedangkan ekspor yang meningkat ke Vietnam adalah udang, rumput
laut, kepiting,dan ikan hias.
Direktur
Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Saut P Hutagalung
mengatakan, KKP terus memacu ekspor produk ikan olahan lain yang bernilai
lebih tinggi. Hal ini lantaran, capaian nilai ekspor perikanan selama ini
sebagian besarnya merupakan produk olahan hasil perikanan. Di sisi lainnya,
pengolahan ikan kering juga memiliki prospek yang cukup baik di pasar luar
negeri. Semisalnya ikan olahan berbentuk ikan asin kering seperti
gabus, kendia, sepat dan repang. Sedangkan, ikan olahan kering jenis ikan asin
yang masuk ke wilayah Indonesia merupakan ikan subtropis seperti ikan asin
besar salmon serta cod. Dimana ikan ikan subtropis ini tidak
dihasilkan di wilayah perairan Indonesia.
Tercatat,
sepanjang tahun 2010-2013, Indonesia telah mengekspor ikan olahan kering asin
ke berbagai negara. Nilai ekspornya pun cukup besar yakni di tahun 2010 sebesar
19 juta dollar AS, lalu di tahun 2011 sebesar 23 juta dollar AS, di tahun 2012
mencapai 20 juta dollar AS serta di tahun 2013 menembus angka 21 juta dollar
AS. permintaaan pasar ekspor akan ikan olahan asin lokal mengalami
peningkatan yang cukup tinggi, karena produk ikan asin lokal memiliki
mutu tinggi dan memiliki standar yang baik. Di sisi lain jika merujuk pada
total nilai impor produk perikanan, impor ikan olahan kering/ikan asin
sepanjang periode 2010-2013 setara dengan masing-masing sebesar: 0.05 persen;
0,10 persen; 0,02 persen; dan 0,02 persen. "Artinya dari sisi
ikan asin pun, Indonesia masih menikmati surplus perdagangan ekspor impor (AW),"
jelas Saut.
Perlu
diketahui, ketentuan pengendalian impor telah diatur dalam Peraturan
Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 15 Tahun 2011 dan
Keputusan Dirjen Pengolahan dan Permasaran Hasil Perikanan KKP No. 231/2011
tentang Pengaturan Jenis-Jenis Ikan Yang Dapat Diimpor tanggal 4 Juli 2011.
Sedangkan, rekomendasi izin atas importasi ikan teri asin sudah tidak dilakukan
sejak pemberlakuan PERMEN 15 di tahun 2011.
(
Sumber : Pusat Data Statistik dan Informasi KKP )