Budilaksono.com.....Salam
inspiratif, Kepada bapak ibu guru, bahwa setiap event yang digelar oleh
pemerintah atau swasta pada bidang pendidikan yakni olimpiade atau gebyar TIK
dan masih banyak lagi memberikan kebanggaan sendiri bagi pemenang. Begitu pula
bila lomba ini khusus untuk guru, akan menjadi kebanggaan tersendiri bagi guru
dan sekolah khususnya dan Kabupaten dimana guru tersebut mengabdi umumnya.
Bila
guru tersebut mewakili lomba gebyar TIK atau olimpiade ilmu pendidikan ketingkat
provinsi atau nasional dan menang sebagai juara 1, juara 2 dan juara 3 harus
sekolah dimana guru tersebut bangga. Dan sekolah harus mengapresiasikan keberhasilan
guru bukan hanya bentuk ucapan selamat
saja tapi dalam bentuk lain yang mampu memberikan motovasi guru untuk meningkat
prestasinya kembali keajang yang sama.
Bentuk
apresiasi sekolah kepada guru pemenang lomba tingkat provinsi atauu nasional
jangan membeda-bedakan antara guru honorer atau PNS. Karena mereka sama satu
kedudukan sebagai pendidik. Dan kepala sekolah sebagai orang pengambil
keputusan disekolah juga jangan mengapresiasikan guru tertentu yang dekat ke
dia saja tapi harusnya kesemua guru.
Dari
laman Republika, Seperti yang dialami Ghelviny merupakan pemenang lomba
kreativitas Guru SMP bidang Matematika. Kemenangan ini ternyata tidak
memperoleh dukungan yang sesuai dari sekolahnya. Ghelviny mengatakan, pihak
sekolah hanya memberikan ucapan 'selamat' saat dia mampu menjadi pemenang lomba
tersebut.
“Tidak
ada dukungan semisal fasilitas atau apapun, hanya ucapan selamat,” kata
Ghelviny saat menghadiri Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat
bertemakan "Belajar dari Guru yang Tak Henti Belajar" di Gedung A,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Jakarta, Kamis (10/12)
kemarin.
Kisah
yang dialami oleh Ghelviny sama dengan kisah budi laksono guru PNS SMKN pemenang
kedua lomba Blog Guru pada Gebyar TIK Tingkat Provinsi Jambi 2015 ini yang
hanya dapat ucapan selamat saja dari sekolah. Budi mengakui dari awal waktu mengikuti
seleksi di tingkat kabupaten juga sekolah bimbang dalam menyetujui mengikuti
lomba.
Saat
itu budi tetap semangat karena didukung oleh guru multimedia untuk tetap
berangkat mewakili seleksi tingkat kabupaten Tebo. Dan ternyata budi sebagai
pemenang tingkat kabupaten Tebo dan mewakili tingkat Provinsi Jambi. Dari
menang tingkat kabupaten aja budi gak ada dukungan fasiliatas atau apapun dari
sekolah. Dan budi nyakin bila budi menang tingkat provinsi juga hasilnya sama.
Budi
hanya mendapat ucapan selamat dari guru-guru aja tidak termasuk kepala sekolah.
Apalagi mendapat fasilitas atau apapun dari sekolah. Sebenarnya budi
membayangkan akan ada apresiasikan dari sekolah dengan kemenangan ini. Hasilnya
hanya gigit jari saja
Kemudian Ghelviny mengatakan, apa yang dia lakukan sebernanya untuk mengangkat nama sekolah
tersebut menjadi yang berprestasi. Keberadaan guru honorer semacam dia seperti 'antara ada dan
tiada'. Lebih tepatnya, guru honorer dianggap seperti ‘ban serep’ yang
digunakan saat diperlukan saja. Guru honorer hanya bertugas melengkapi
sekolah-sekolah yang mengalami kekurangan guru pada satu mata pelajaran.
Ghelviny menambahkan, kualitas guru honorer dengan PNS sama-sama baik. Bahkan, banyak guru
honorer yang kualitasnya lebih baik daripada PNS. Namun prestasi ini malah
tidak mendapatkan apresasi yang sesuai dari sekolah, pemerintah pusat, maupun
daerah.
Pada
hakikatnya, Ghelviny ingin terus berkarya lebih untuk sekolah. Namun dukungan
dari banyak pihak untuk guru honorer seperti dia belum terlalu signifikan. Dia
berpendapat, keberadaan guru honorer sepertinya kurang dihargai. Banyak guru
honorer yang tidak merasa tenang atas jabatannya di sekolah.
Apalagi
saat terdapat guru bantu atau PNS yang diinformasikan akan mengajar di
sekolahnya. Kondisi ini membuat khawatir para honorer yang bisa saja
tergeserkan posisinya dari kehadiran para guru tersebut.
Ke
depan, dia berharap adanya perhatian dari sekolah, pemerintah pusat maupun daerah.
Setidaknya memberikan hidup yang layak bagi ratusan guru honorer lainnnya,
terutama yang berprestasi. “Ada yang kerjanya lebih dari 30 jam tapi
gajinya tetap tidak layak. Bahkan dulu saya sempat digaji dengan beras,” kata
guru honorer kategori dua tersebut.
Semoga
dengan kisah Ghelviny sebagai guru honorer dan budi sebagai guru PNS sebagai
pemenang even tingkat Provinsi dan Nasional, akan menjadi gambaraan sekolah.
Jadi diharapkan bila ada guru baik honorer dan PNS membawa nama naik sekolah
dan menjadi juara tingkat provinsi dan nasional mohon diberikan fasilitas atau
apapun yang dapat memotivasi mereka untuk meningkatkan event yang sama
ketingkat lebih tinggi.
Karena itu akan menjadi cerminan sekolah untuk diakui dan diperhitungkan oleh sekolah ditingkat provinsi maupun sekolah ditingkat
nasional.