Budilaksonoputra.....Zamrisyaf
menciptakan pembangkit listrik tenaga gelombang laut. Zamrisyaf yang hanya
lulusan SMK mempunyai pikiran lebih maju dibanding para sarjana dengan ilmu
yang sama Berawal dari keresahan melihat melimpahnya sumber daya alam yang
dapat diolah menjadi energi.
Melalui
karyanya, pria asal Desa Sitalang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat kelahiran 19
September 1958 itu, menciptakan pembangkit listrik tenaga gelombang, dengan
sistem bandulan yang telah menghasilkan daya hingga 2.000 watt. "Setelah
melakukan percobaan panjang sejak 2002 hingga 2014 dan menghabiskan biaya
hingga ratusan juta rupiah, akhirnya impian dan cita-cita saya terwujud,"
kata sosok yang akrab disapa Zam ini. Dia menceritakan awal mula ide
menciptakan listrik dari tenaga gelombang berawal saat berkunjung ke Kabupaten
Mentawai, Sumbar, menggunakan kapal laut pada 1999.
Dalam
kapal cepat yang ditumpangi, Zam berpikir kapal sebesar ini dengan muatan berat
di tengah laut dihantam oleh gelombang pasti menghasilkan energi yang besar.
"Energi yang dihasilkan guncangan kapal di tengah laut akibat hantaman
gelombang, jika disalurkan tentu akan lebih berguna dan tidak terbuang
percuma," ujarnya dalam hati saat itu. Namun dia masih berpikir keras
bagaimana cara agar energi itu dapat diubah menjadi energi mekanik.
"Ternyata,
jika kita sudah punya kemauan maka Tuhan yang akan memberikan jalan, dan tanpa
disengaja saya menemukan jawabannya saat bepergian menggunakan kapal laut ke
Jakarta," katanya. Di kapal itu ada lonceng besar. Awalnya dia mengira
lonceng itu untuk memanggil anak buah kapal, namun ternyata rupanya alat untuk
mengukur besar gelombang laut. Jika kapal dihantam gelombang besar maka
guncangannya akan membuat lonceng berbunyi. Lonceng di kapal laut kemudian
menjadi dasar idenya menciptakan pembangkit listrik dari tenaga gelombang.
Sejak itu Zam yang sehari-hari merupakan pegawai Perusahaan Listrik Negara
(PLN) mulai mengemukakan idenya pada banyak pihak mulai dari rekan kerjanya
hingga atasan. Tetapi tidak ada yang menanggapinya dengan serius, hingga pada
2002 dia diundang oleh Presiden Megawati ke Istana Negara dalam acara sarasehan
penerima Kalpataru. Pada pertemuan itu Zam menyampaikan idenya di Istana di
hadapan sejumlah pejabat tinggi negara. "Ide Pak Zam bagus, tapi jangan
bicara dulu ke publik, kita urus dulu patennya," kata pejabat Kementerian
Riset dan Teknologi Didik Hajar Gunadi yang juga menjabat ketua Asosiasi
Inventor Indonesia ketika itu.
Akhirnya,
Zamrisyaf mengurus paten temuannya, dibantu oleh Univesitas Andalas, dan baru
resmi keluar pada 2009 dengan nama alat pembangkit listrik tenaga gelombang
dengan sistem bandulan. Setelah paten keluar dari Dirjen Hak Atas Kekayaan
Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, Zam terus melakukan uji coba alatnya.
Ratusan kali percobaan tak mematahkan semangatnya hingga sekitar Desember 2014
ia berhasil menciptakan alat tersebut mendekati sempurna. Kendati Zamrisyaf
tidak pernah menempuh pendidikan formal bidang kelistrikan, selama merancang
alat itu dia beberapa kali berkonsultasi dengan sahabatnya staf pengajar
Politeknik Negeri Padang, Aidil Zamri. Pembangkit listrik yang diciptakan
Zamrisyaf berupa perahu ponton dengan panjang 4,8 meter, lebar 3 meter dan
tinggi 3 meter berbentuk segitiga terbalik dengan berat sekitar 13 ton. Sumber
energi listrik berasal dari bandul yang dipasang horizontal menggunakan sumbu
di atas ponton yang akan berayun ketika ponton digoncang gelombang.
Energi
yang dihasilkan dari putaran bandul yang memiliki lengan dengan panjang 1,7
meter itu disalurkan pada sebuah dinamo. Untuk mengoperasikan alat tersebut
cukup membawanya ke laut dengan jarak sekitar 100 meter dari pantai dan sebagai
penahan agar ponton tidak hanyut digunakan jangkar. Selama masih ada gelombang
ponton akan terombang ambing, maka bandul terus berputar menghasilkan energi
untuk disalurkan dan diubah menjadi listrik. "Sekilas cara kerja alat ini
terlihat sederhana, tapi untuk dapat menghasilkan listrik ratusan percobaan
diadakan dengan berbagai metode yang tidak gampang," kata Zam. Awalnya,
ketika ponton dibawa ke laut bandul yang ada di atas belum berputar, Zam
mencoba mengisi ponton dengan muatan pasir hingga air, namun tetap belum
menemukan format ideal. Dia pun pernah memasang posisi bandul secara vertikal,
bahkan untuk panjang lengan, dia terus melakukan percobaan agar diperoleh
putaran yang stabil. "Tak sedikit yang mencemooh bahkan sampai mengatakan
apa yang saya lakukan adalah pekerjaan gila," katanya, begitu pertama kali
mengetes alat itu di kawasan pantai Pasia Nan Tigo Kecamatan Koto Tangah,
Padang. Menurut dia, dengan memanfaatkan gelombang laut yang tersedia sepanjang
waktu, alat yang diciptakannya menggunakan prinsip energi terbarukan, akrab dan
ramah lingkungan. Sebab, dibandingkan dengan pembangkit listrik tenaga matahari
jauh lebih murah, juga tidak tergantung pada matahari yang hanya bersinar 12
jam sehari. Jika dibandingkan dengan PLTA juga lebih murah karena untuk membuat
PLTA harus membangun saluran air dulu dan membutuhkan biaya yang juga besar.
Prototipe Ke depan, Zamrisyaf berencana mengembangkan alat dalam skala
prototipe, dengan penambahan bandul hingga empat, sehingga daya yang dihasilkan
minimal per satu ponton 20 ribu watt.
Dia
bercita-cita jika prototipe telah sempurna dan dipasang 100 unit saja di
sepanjang pantai Padang, maka daya yang dihasilkan dapat mencapai 20 megawatt.
Sementara, kebutuhan listrik untuk Padang Sumbar hanya 30 Megawatt, artinya
krisis energi listrik yang dialami selama ini terselesaikan dan untuk
menyambungkan dengan jaringan PLN cukup melakukan koneksi dengan PLTA.
"Saya prihatin energi begitu banyak dibiarkan saja, kita negara maritim,
negara kepulauan, energi berserakan di sekeliling, kita sibuk berdebat kusir
soal subsidi BBM dan krisis listrik," katanya. Dia juga berencana mengembangkan
alat ini untuk dipasang di kapal nelayan sehingga tersedia sumber energi
lsitrik yang lebih murah daripada diesel. "Listrik yang ada di kapal dapat
dimanfaatkan untuk mendinginkan ikan sehingga hasil tangkapan tetap
segar," katanya.
Pendatang
Haram Bagi Zamrisyaf, berkecimpung dalam dunia kelistrikan bukan hal baru,
mengingat dia adalah salah seorang pegawai PLN yang baru saja pensiun pada
2014. Kendati tidak memiliki pendidikan formal tentang listrik karena saat
menempuh pendidikan di STM Zam mengambil jurusan mesin, sejak dulu ia mengaku
punya minat yang tinggi terhadap listrik. Berkat ketertarikannya itu, Zam
berhasil menciptakan pembangkit listrik mikrohidro di kampungnya pada 1979 yang
membuat dia terpilih sebagai salah seorang penerima Kalpataru pada 1983. Namun,
mikrohidro yang didirikannya bermasalah dengan pemerintah daerah sehingga Zam
memutuskan menjadi pendatang haram ke Malaysia untuk bekerja sebagai kuli
bangunan.
Enam
bulan di Malaysia, dia bertemu dengan salah seorang wartawan Sinar Harapan yang
kemudian mengusulkan Zam sebagai penerima Kalpataru atas karya minihidro di
kampungnya. Pada 1983, suami dari Erliza itu dianugerahi Kalpataru oleh
pemerintah pusat, yang diterima oleh orangtuanya karena Zam masih di Malaysia.
Setelah menerima Kalpataru ia pun kembali ke kampung dan ditawari oleh Gubernur
Azwar Anas kala itu untuk bersama-sama membangun Sumbar dengan bekerja di PLN
hingga pensiun pada Oktober 2014. Kendati telah memasuki masa pensiun, semangat
dan tekadnya untuk berkarya terus meluap-luap, dengan memanfaatkan sumber daya
alam yang begitu kaya dan melimpah, yang selama dibiarkan mubazir. (Sumber :
dirjen Pembina SMK)