Budilaksonoputra……..Pemerintah akan
terus menggenjot Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang
berasal dari sektor kelautan dan perikanan. Setidaknya terdapat potensi
peningkatan PNBP sebesar Rp 25 Trilun pertahun yang belum termanfaatkan dari
sumberdaya ikan dan non sumberdaya ikan. Nilai potensi tersebut rencananya akan
dibebankan kepada kapal berbendera asing diatas 30 Gross Ton (GT)
yang beroperasi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Inisiatif ini diutarakan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi
Pudjiastuti saat menyampaikan konferensi pers di kantor Kementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP) Jakarta, Senin lalu (3/11).
Menurut Susi mengatakan, sektor
kelautan dan perikanan telah menghabiskan uang negara sekitar Rp 18 triliun
setiap tahunnya. Nilai tersebut dipakai untuk operasional pengembangan sektor
kelautan dan perikanan berupa anggaran KKP sekitar Rp 6,5 trilun serta
subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk perikanan sebesar Rp
11,5 triliun. Saat ini, dari 5.329 kapal besar bertonase diatas 30 GT yang
beroperasi di wilayah perairan Indonesia, 20 persen diantaranya kapal
berbendera asing.
Selama ini, setiap kapal hanya berkontribusi sebesar Rp
90 juta melalui pembayaran retribusi perizinan kapal penangkapan ikan. Padahal
dalam sekali melaut, setiap kapal dapat menghasilkan ikan hingga 2000
ton. Tentunya nilai yang diperoleh tersebut sangat besar jika dibandingkan
nilai pendapatan negara yang disumbangkan. Jika ditotalkan, jumlah yang
disumbangkan untuk PNBP hanya berkisar Rp 300 miliar saja per tahun. “Nilainya
yang minim itu saja sudah sangat merugikan negara, maka sudah saatnya kita
meningkatkannya. Negara kita sesungguhnya bisa mandiri, berdiri sendiri dengan
mengoptimalkan sektor kelautan dan perikanan”, kata Susi.
Dia menambahkan, upaya yang akan
ditempuh pemerintah untuk mengembalikan keuangan negara adalah dengan
mengeluarkan kebijakan moratorium perizinan perikanan tangkap. Penangguhan
perizinan ini dimaksudkan untuk menekan angka kerugian dari sektor kelautan dan
perikanan. Terkait hal itu, KKP telah menyusun peraturan menteri tentang
penataan perizinan kapal dan saat ini tengah diusulkan pengesahan dari
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Selanjutnya, KKP bekerjasama dengan
TNI Angkatan Laut, Polairud dan Bareskrim akan membentuk satuan tugas (satgas)
untuk memantau dan menertibkan kapal yang masih beroperasi selama masa
penangguhan perizinan diberlakukan.
KKP berencana untuk mengkaji
kembali kebijakan penyaluran BBM bersubsidi bagi nelayan pada tahun 2015. KKP
akan memeriksa ulang perijinan yang telah diterbitkan, termasuk mengecek
keberadaan kapal-kapal bertonase berat yang masih mengggunakan BBM bersubsidi.
Hal tersebut sesuai arahan presiden untuk mengalokasikan pemanfaatan subsidi
BBM kearah yang lebih bagus. Mengingat pada dasarnya nelayan lebih
mengharapkan jaminan ketersediaan pasokan bahan bakar. “Setiap program dan
kebijakan yang dilaksanakan KKP tentunya akan terus dikoordinasikan dengan
Kemenko Maritim”, tegas Susi.
Upaya ini juga menjadi wujud nyata komitmen
KKP atas kapal-kapal yang melanggar aturan seperti penggunaan ABK asing,
penggunaan alat tangkap, docking serta aksi pencurian ikan. Perlu
diketahui, untuk pendataan kapal di wilayah perairan, KKP menerapkan sistem
logbook. Selanjutnya, masyarakat dapat bebas mengakses data yang
terekam sebagai bentuk komitmen pemerintah terkait transparansi data-data
seputar kelautan dan perikanan.
( Sumber dari kkp )