Budilaksonoputra……Kegiatan
budidaya ikan di danau Maninjau dengan menggunakan keramba jaring apung ( KJA )
dimulai dengan uji coba pada tahun 1992. Ternyata uji coba tersebut berhasil,
sehingga menarik minat masyarakat dan pengusaha untuk berusaha budidaya ikan
dengan KJA.
Kegiatan budidaya ikan di danau Maninjau dengan menggunakan
keramba jaring apung ( KJA ) dimulai dengan uji coba pada tahun 1992. Ternyata
uji coba tersebut berhasil, sehingga menarik minat masyarakat dan pengusaha
untuk berusaha budidaya ikan dengan KJA. Dari tahun ke tahun peminat usaha
budidaya ikan semakin banyak, sehingga unit KJA yang ditempatkan di danau
Maninjau semakin banyak. Setelah usaha budidaya ikan itu dilaksanakan selama 5
tahun, maka pada tahun 1997 pertama kali bencana kematian ikan massal terjadi
sampai ratusan ton.
Semula pembudiday menduga kematian ikan itu
disebabkan oleh racun belerang, hal ini mengingat danau Maninjau adalah danau
yang berasal dari letusan gunung berapi. Kalau racun itu berasal dari belerang
harus terjadi setiap tahun, oleh sebab itu seperti terjadi di tempat lain yaitu
seperti di danau buatan ( dam ) Cirata terjadi kematian ikan yang terutama
disebabkan oleh penumpukan kotoran ikan yang berlangsung bertahun tahun. Di
danau Maninjau dengan kekuatan angin darek ( darat ), kotoran ikan ( racun )
dari dasar danau terangkat ke permukaan sehingga mematikan ikan
Walaupun kematian ikan yang dibudidayakan terjadi
setiap tahun, tidak menyebabkan .para pembudidaya ikan kapok dan berhenti
berusaha. Hal ini menunjukkan mungkin setelah dihitung masih menguntungkan atau
pembudidaya masih punya modal kerja untuk tetap melaksanakan usaha. Setelah
cuaca tenang, para pembudidaya ikan yang biasanya dimulai oleh kelompok
perempuan melaksanakan usaha budidaya ikan kembali. Keputusan untuk melaksanakan
usaha kembali adalah perempuan sebagai istri dan pengelola keuangan keluarga,
sedangkan bapak bapaknya masih stress karena kegagalan usaha.
Apabila kematian ikan yang dibudidayakan di danau
Maninjau tidak dihindarkan atau dicegah maka kematiab ikan akan terus terjadi
setiap tahun. Kejadian ini merupakan suatu pemborosan modal usaha dan lama
kelamaan simpanan modal usaha akan habis, sehingga pembudidaya dan keluarganya
akan jatuh miskin. Akibat lain dari kematian ikan di danau yang tidak ditangani
secara tuntas membuat lingkungan tidak nyaman, karena bau busuk menyebar ke
sekeliling danau. Sedangkan di pinggir danau terdapat hotel dan restoran tempat
menginap dan makan para wisatwan. Bau busuk ikan ini berdampak terhadap
berkurangnya minat wisatawan untuk berkunjung ke danau Maninjau. .
Kematian ikan terjadi secara beraturan yaitu pada
akhir tahun ( sekitar Desember ) dan awal tahun ( sekitar januari ) yaitu pada
saat datang angin kecang seperti badai, kalau di laut disebut angin barat. Oleh
sebab itu kematian ikan di danau dapat dihindari dengan tidak membudidayakan
pada bulan bulan datang angin kencang. Jadwal usaha budidaya ikan di danau
maninjau dalam setahun cukup 8 bulan saja, sedangkan 4 bulan untuk istirahat
atau usaha lain. Dengan mengistirahatkan danau dari usaha budidaya ikan, maka
lingkungan air danau kembali bersih dan udara sekitar danau kembali segar dan
sejuk, sehingga tidak menggangu kegiatan pariwisata.
Kematian ikan juga bisa dicegah dengan cara
pembuangan kotoran ikan secara terus menerus dengan penggelontoran air deras.
Pada waktu sebelum ada Pembangkit Listrik Tenaga Air ( PLTA ) Maninjau yang
diresmikan tahun 1983, penggelontoran lewat muara danau Batang Antokan. Dengan
adanya PLTA Maninjau kekuatan penggelontoran berkurang, oleh sebab itu tanpa
mengganggu kinerja PLTA Maninjau, penggelontoran yang ada harus dapat membuang
kotoran ikan yang mengendap di dasar danau. Teknik yang dapat diterapkan yaitu
teknik siphon dimana air yang keluar dari danau membawa kotoran ikan secara terus
menerus..
Untuk dapat melaksanakan menghindar dan mencegah
kematian ikan di danau Maninjau, perlu temu usaha para pemangku kepentingan (
stake holder ) yaitu duduk bersama untuk bermusyawarah. Hasil dari musyawarah
berupa kesepakatan yang akan dijadikan dasar untuk membuat peraturan daerah (
PERDA ). Para pemangku kepentingan itu : 1) kelompok pembudidaya, 2) para
pedagang sarana produksi, 3) para pedagang ikan grosir, 4) kelompok pengusaha
hotel dan restoran ( PHRI ), 5) otoritas PLTA Maninjau, 6) Pemda Kabupaten
Agam. Musyawar ini penting untuk mencegah komplik social yang akan merugikan
semua pihak.
( sumber artikel dari lp2il-serang.com)