Budilaksonoputra….Indonesia melalui
KKP berkomitmen menjadikan komoditi udang sebagai penghasil devisa Negara dan leEco-Culture
Vaname Estate. Sistem ini memadukan tambak teknologi super intensif dengan
unit pembesaran, unit pengolahan air, unit pengolahan udang dan unit pendukung
seperti gudang dan pemukiman petambak. Dalam budidaya tambak sudah mampu
menguasai teknologi tambak udang yang ramah lingkungan. Demikian disampaikan
Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif C. Sutardjo, sesuai panen udang di
instalasi tambak percobaan Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya
Air Payau (BPPBAP) Maros di Desa Punaga, MangarabombangKabupaten
Takalar, Sulawesi Selatan,Kamis (26/6).
Salah satu hasil penelitian pada
kawasan dengan kriteria layak produksi udang Vaname yang telah dipanen sebanyak
tiga kali yaitu pada pemeliharaan hari ke 70, 90 dan hari ke 105. Panen
total dilakukan tanggal 25 Juni 2014 bertempat di lokasi penelitian Instalasi
Tambak Percobaan BPPBAP yang terletak di Desa Punaga.Total produksi dari tiga
kali panen dengan tiga petak kepadatan 750 ekor/m2;1.000 ekor/m2; 1.250
ekor/m2diestimasi sebesar 37 ton udang Vaname. “Kinerja ini tentu menjadi
prospek cerah bagi dunia usaha akuakultur karena pada tambak ukuran 1000 m2
didapatkan produksi yang besar,” tegas Sharif.
Menurut Sharif, kegiatan penelitian
strategis dengan pengembangan budidaya udang Vaname super intensif di
tambak kecil atau Small Scale Intensive Farm, sangat tepat
untuk terus dikembangkan. Teknologi budidaya ini memiliki ciri luasan
petak tambak sekitar 1.000 m2, kedalaman air > 2 m, padat penebaran
tinggi, produktivitas tinggi, beban limbah minimal serta dilengkapi dengan
tandon air bersih dan petak pengolah limbah budidaya. Sistem ini bukti
nyata peran penelitian dan pengembangan untuk mengkaji sistem akuakultur tambak
super intensif agar memenuhi prinsip akuakultur berkelanjutan yang selaras
dengan program industrialisasi perikanan budidaya berbasis blue economy.
Sharif menjelaskan, pengembangan
tambak dengan teknologi super intensif dengan labelEco Culture Vaname
Estate menitikberatkan pada prinsip akuakultur berkelanjutan dengan
pendekatan blue economy. Dimana produksi yang tinggi dengan
memanfaatkan ruang budidaya yang kecil harus menjamin kelestarian lingkungan
hidup khususnya perairan pesisir dan laut bagi keberlanjutan usaha akuakultur
yang berdaya saing tinggi. Dimana BPPBAP telah mengkaji estimasi beban
limbah pada budidaya udang vaname super intensif. Hasil penelitian
menunjukkan karakteristik air limbah khususnya untuk variabel Fosfat, Bahan
Organik Total, Padatan Tersuspensi Total telah melebihi ambang batas standar
buangan air limbah budidaya udang. Oleh karena itu menjadi kebutuhan
dalam penerapan teknologi super intensif ini adalahInstalasi Pengelolaan Air
Limba (IPAL). Salah satu upaya yang dilakukan adalah pembangunan
tandon air limbah yang terdiri dari kolam pengendapan, oksigenasi, biokonversi
dan penampungan. “Dengan adanya sistem tandon air limbah ini, maka
buangan air limbah akan diolah sehingga kualitasnya berada pada kisaran yang
dipersyaratkan,” jelas Sharif.
Sharif menegaskan, teknologi super
intensif dapat dikembangkan dengan prasyarat adanya IPAL yang menjadi satu
kesatuan sistem yang holistik meliputi proses pembesaran udang dan proses
pengolahan buangan air limbah.Apalagi potensi dampak akuakultur superintensif
yaitu degradasi ekosistem dan penurunan biodiversitas pesisir akibat buangan
limbah yang tidak dikelola ke perairan pesisir membawa pengkayaan nutrien,
peningkatan bahan organik dan sedimentasi. Tentunya sejarah degradasi
pantai utara Jawa yang salah satunya disebabkan pembukaan tambak secara masif
cukuplah menjadi pembelajaran penting bagi dunia akuakultur. “Hal inilah
yang menjadi dasar road map penelitian selanjutnya,” tandas Sharif.
Program Pengembangan SDM KP di
Sulawesi Dalam melaksanakan kegiatan pendidikan, Badan Pengembangan
Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan(BPSDMKP) menggunakan
sistem pendidikan vokasi dengan pendekatan teaching factory di
satuan-satuan pendidikan tersebut. Pendidikan vokasi dicirikan dengan porsi 60%
praktek dan 40% teori bagi tingkat pendidikan tinggi serta 70% praktek
dan 30% teori untuk tingkat pendidikan menengah. Sementara itu pendekatan
teaching factory merupakan penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan proses
produksi yang sebenarnya dan sesuai dengan tuntutan dunia usaha dan dunia
industri. “Untuk itulah gedung praktek teaching factory di satuan pendidikan
KKP dibangun yang akan seluruhnya diresmikan oleh Menteri Kelautan dan
Perikanan”, pungkas Kepala BPSDMKP, Suseno Sukoyono.
Suseno menambahkan, KKP melalui
BPSDMKP terus mendorong upaya pengembangan SDM KP termasuk di Provinsi Sulawesi
Selatan dan sekitarnya. Upaya tersebut direalisasikan melalui pemberian bantuan
pendidikan senilai Rp 7,3 miliar dan pembangunan infrastruktur. Pemberian
bantuan terdiri dari bantuan pendidikan bagi anak pelaku utama untuk menempuh
pendidikan di Sekolah Tinggi Perikanan (STP), Akademi
Perikanan (AP) Bitung, AP Sorong, dan Sekolah Usaha Perikanan
Menengah(SUPM) Negeri Bone senilai Rp 2,724 miliar.“Kemudian bantuan
pelatihan bagi masyarakat di bidang perikanan tangkap, budidaya, pengolahan,
dan garam senilai Rp 1,53 miliar, serta bantuan penyuluhan bagi para penyuluh
senilai Rp 3 miliar”, jelas Suseno.
Sedangkan menurut Suseno, pembangunan
infrastruktur yakni berupa pembangunan empat gedung di unit pelaksana
teknisBPSDM KP. Pertama, kantor utamaPoliteknik Kelautan dan Perikanan (Poltek
KP) Bitung, Sulawesi Utara senilai Rp 4,8 Miliar dengan luas bangunan 783
m2.Kedua, Gedung Praktek (Teaching Factory) BPPP Aertembaga, Bitung di Sulawesi
Utara senilai Rp 2,3 milyar dengan luas bangunan 1.108,5 m2 dan terdiri
dari dua lantai. “Kemudian Teaching Factory SUPM Negeri Bone
di Sulawesi Selatan senilai Rp 15 miliar dengan luas bangunan 1.000 m2, serta
keempat adalah Kampus Konservasi Wakatobi di Sulawesi Tenggarasenilai Rp 20
miliar dengan luas bangunan 1.100 m2”, ujar Suseno.
(
Sumber dari kkp.go.id )