Budilaksonoputra…Potensi
ikan Sidat tropis Indonesia, dengan nama latin Anguilla Spp yang sering disebut
belut laut sangat besar dan menjadi incaran importir banyak negara. Namun
potensi tersebut belum dimanfaatkan optimal, diperkirakan produktivitasnya baru
1% dari kebutuhan dunia dan secara kualitas juga tidak memenuhi standar
internasional.
Peneliti
ikan Sidat dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA)
Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Dr. Agung Budiharjo mengungkapkan hal itu
kepada wartawan. Dia menjelaskan tentang riset budidaya ikan Sidat yang
difasilitasi Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM).
"Salah
satu kelebihan utama Indonesia dengan perairan sangat luas, memiliki benih ikan
Sidat yang terbesar di kawasan Asia. Dari 19 jenis ikan Sidat di dunia,
sembilan jenis hidup di Indonesia. Masalahnya, benih ikan Sidat dari Indonesia
banyak yang dicuri dan dibawa ke luar negeri secara ilegal dalam jumlah
besar," ujarnya.
Menurut
Dr. Agung, ikan Sidat sebagai salah satu komoditas perikanan berskala
internasional memiliki nilai ekonomi tinggi. Dalam lima tahun terakhir, harga
ikan Sidat di pasar internasional berkisar 25 - 40 USD per kilogram. Hal itu
disebabkan tingginya kebutuhan ikan Sidat dunia yang pada 2012 mencapai lebih
600.000 ton dan 130.000 ton di antaranya terserap pasar Jepang.
"Salah
satu ikan Sidat di perairan Indonesia yang digemari pasar internasional adalah
jenis Anguilla bicolor bicolor. Jenis mamalia air yang postur tubuhnya
memanjang seperti belut dan berdaun telinga itu hidup di perairan dalam.
Harganya sangat mahal. Di Jepang, harga ikan Sidat masak bisa mencapai Rp
100.000,- per porsi," jelasnya.
Mahalnya
harga ikan Sidat di Jepang, sambungnya, karena di sana ikan tersebut ssudah
punah. Dalam penelitian dan pengembangan ikan Sidat yang dilakukan LPPM UNS,
mendapat dukungan investor Jepang, Shigerland Osaka. Dalam kerjasama tersebut,
dibuat rekayasa teknologi produksi, meliputi teknologi paka, pembesaran dan
pembuatan projek percontohan yang melibatkan petani plasma di Banten, Banyumas
dan wilayah pantai selatan sampai Blitar.
"Di
daerah itu, antara lain perairan payau Sukabumi dan Cilacap merupakan habitat
ikan Sidat. Para petani di daerah tersebut diajarkan tahapan produksi ikan
Sidat dan hasilnya dipasarkan Shigerland Osaka. Ikan Sidat diekspor ke Jepang
bukan dalam keadaan hidup tetapi sudah di-fillet," tambahnya.
Menurut
Komang Arta, seorang staf penelitian, sejauh ini ikan Sidat belum dapat
ditangkarkan di luar habitatnya. Karena jenis ikan tersebut kawin pada
kedalaman 800 meter dari permukaan laut. Setelah beranak, larvanya hidup pada
air payau dengan tingkat keasaman 7,8. Itu sebabnya, dalam budidaya ikan Sidat
bibitnya ditangkap di alam, kemudian larva dipiara di tempat yang disebut glass
eel dan setelah berusia enam bulan seberat 15 gram dilakukan pembesaran kepada
petani ( Sumber artikel dari
pikiran-rakyat.com )